Edisi C3I: e-Konsel 365 - Membangun Keluarga Pascakehancuran [4]
Rasa sakit akibat perpisahan dan perceraian dapat menjadi sesuatu yang memberatkan bagi orang-orang yang ditinggalkan untuk menyatukan kembali puing-puing keluarga yang berantakan. Malangnya, anak-anak saya juga masih kecil ketika ayah mereka pergi dari rumah, dan mereka harus bergumul dengan perasaan tertolak dan tertinggal.
Beberapa bulan pertama begitu mengerikan. Menenangkan anak-anak [5] saya itu sangat melelahkan dan semakin menambah kesedihan hati saya. Saya memegangi putri saya yang berusia 3 tahun, Emelian, dan putra saya yang berusia 2 tahun, Elijah, selama berjam-jam ketika mereka menangis.
Elijah sangat sedih karena ketidakhadiran ayahnya, tetapi ia tidak mampu mengekspresikan perasaannya secara verbal. Jadi, di tengah malam, ia terbangun dan berteriak. Pada waktu yang lain, Elijah mondar-mandir di kamar tidur saya sambil menangis, tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dan akhirnya hanya rebah di atas lantai karena lelah. Beberapa menit selanjutnya, dengan putus asa, ia bangun untuk memulai pola itu lagi.
Terkadang, saya mendekapnya seperti pelukan beruang besar. Pada waktu yang lain, saya duduk di lantai dan mengayun-ayunkannya, dan air mata saya yang berlinang membasahi wajah saya. "Ibu ada di sini," kata saya. "Ibu menjagamu. Ibu mengasihimu. Berhentilah menangis, Nak. Elijah, berhentilah. Kamu baik-baik saja. Kamu aman. Ibu ada di sini."
Untuk menenangkannya, saya mulai bernyanyi untuk putra saya. "Yesus sayang padaku, Alkitab [6] mengajarku." Akhirnya, saya berseru kepada Tuhan, sambil memohon kepada-Nya untuk menghibur jiwa Elijah dengan kedamaian yang hanya dapat diberikan oleh Yesus.
Amsal 31:8 [7] memberi tahu kita, "Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana." Karena itu, saya menengahi anak-anak saya yang hatinya remuk dan meminta Tuhan untuk melindungi mereka dari dosa-dosa ayah mereka.
Isakan Elijah berlangsung selama beberapa malam. Saya terus-menerus memeluknya, mengayun-ayunkannya, menyanyikan lagu himne, dan berdoa sampai ia tertidur. Kesedihan yang mendalam mulai berkurang. Akhirnya, ia tidur dengan nyenyak sepanjang malam.
Saya mendapatkan beberapa pelajaran berharga tentang Allah melalui masa-masa yang sulit itu. Saya menyadari bahwa Allah adalah:
- Penghibur saya.
Pada awal perjalanan Elijah yang menyakitkan, saya mengabaikan untuk meminta pertolongan Yesus. Saya terperangkap dalam usaha untuk menemukan apa yang salah dan memperbaiki segala sesuatu dengan kekuatan saya sendiri sehingga saya memikul beban yang lebih besar daripada yang seharusnya saya tanggung.
Kristus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan." (Matius 11:28-30 [8])
Allah sangat peduli dan berbagi rasa dengan penderitaan saya. Allah "menilik sengsaraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku" (Mazmur 31:7 [9]). Ketika saya menceritakan penderitaan kepedihan hati putra saya, Bapa surgawi saya merasakan penderitaan saya. Saya harus ingat untuk merangkak ke pangkuan Bapa saya ketika saya merasa sendirian dan tidak berdaya. Ia rindu mengasihi dan menghibur saya di tengah-tengah kesesakan saya.
- Pengantara saya.
Saya mengingat gambaran jelas di pikiran saya bahwa Allah memerhatikan saya sedang berusaha menolong putra kecil saya tanpa meminta kekuatan dan bimbingan dari-Nya. Roma 8:26-27 [10] berkata, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus."
- Segala-galanya bagi saya.
Ketika saya memanggil Yesus, Ia mendampingi saya untuk merawat Elijah. Saya tidak dapat melanjutkannya tanpa Dia. Saya belajar bahwa Allah bukan hanya Bapa saya, tetapi Ia juga Suami saya dan Ayah bagi anak-anak saya. Ia menunjukkan kepada saya bahwa saya sama sekali bukan seorang ibu tunggal; saya tidak sendirian. Tuhan selalu berjalan di setiap langkah bersama saya melalui lembah-lembah yang dalam dan tempat-tempat yang sunyi.
Anak-anak menderita dalam banyak hal ketika seorang ibu atau ayah menghilang dari rumah. Dengan tiba-tiba dan dengan cara yang salah, mereka kehilangan kasih sayang secara fisik dan kepentingan keamanan secara emosi bagi perkembangan mereka. Para ibu dan ayah tunggal harus mewaspadai beban yang dipikul anak-anak sebagai akibat dari kehilangan atau pengabaian orang tua.
Apabila kita terlalu tenggelam dalam kesendirian dan luka-luka kita sendiri, kita gagal melihat penderitaan mereka. Akibat-akibat yang muncul bisa semakin parah jika kita tidak menolong anak-anak kita untuk menyerahkan beban mereka kepada Tuhan. Jadi, kita harus melakukan hal-hal berikut ini.
1. Memenuhi kebutuhan mereka. Kita harus tinggal di dalam Kristus setiap hari supaya Ia dapat mengasihi dan merawat mereka melalui kita. Ketika kita merawat anak-anak kita, kita juga melayani hati Allah.
2. Mengajar mereka. Kita harus menunjukkan dan mengajarkan kepada anak-anak kita bagaimana memercayakan diri kepada Tuhan dan berdoa supaya mereka menaruh beban mereka di bawah kaki Yesus, yang berkata, "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu" (Yohanes 14:18 [15]).
Dalam jangka waktu ini, saya mengajarkan kepada anak-anak saya tentang janji Allah yang spesial, dan hal itu menjadi penghiburan yang luar biasa bagi mereka. Mereka tahu Ia adalah Ayah mereka yang mendengarkan dan selalu ada untuk diajak bicara.
3. Biarkanlah Allah bertindak. Dengan setia, Ia akan menyembuhkan luka-luka Anda dan memperbarui pengharapan kita jika kita memercayai-Nya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yang terdalam. Bersama Dia, kepedihan hati berubah menjadi berkat. Dan, luka-luka keluarga [16] disembuhkan melalui Yesus Kristus. (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Focus On the Family |
Alamat URL | : | https://www.focusonthefamily.com/parenting/letting-god-heal-broken-hearts/ [17] |
Judul asli artikel | : | Letting God Heal Broken Hearts |
Penulis | : | Melodie Claire Miller |
Tanggal akses | : | 3 Juli 2014 |