Konflik sudah menjadi bagian dari pengalaman setiap keluarga, namun apa penyebab konflik itu? Bagaimana kita sebagai pasangan Kristen dapat menghadapi atau mengatasi konflik itu? Simak tanya-jawab dengan Dr. Paul Gunadi berikut ini:
------
   T: Dalam kehidupan rumah tangga, dengan latar belakang suami-istri
      yang berbeda, tentu ada konflik yang kadang-kadang muncul. Sering
      kali lebih gampang memunculkan konflik daripada mengatasinya.
      Kami ingin tahu terlebih dahulu, apa yang menjadi sumber-sumber
      konflik atau penyebab konflik itu, Pak?
   J: Sudah tentu kalau membicarakan sumber konflik kita dapat
      menemukan daftar yang panjang sekali. Tapi saya kira hampir semua
      atau kebanyakan konflik mempunyai satu tema yang serupa, yaitu
      kita merasa pasangan kita tidak lagi seperti yang kita harapkan.
      Dengan kata lain, kita sering mendengar orang berkata: "Engkau
      tidak hidup seperti yang aku harapkan." Bentuk dan wujudnya bisa
      berbeda-beda, tapi saya kira salah satu akarnya adalah ini.
------
   T: Mungkin harapan kita terhadap pasangan kita terlalu tinggi atau
      kita tidak pernah mengkomunikasi harapan itu kepadanya.
   J: Nah, di sini muncul satu kata kunci yaitu harapan. Jadi, saya
      percaya setiap kita ketika menikah sebenarnya membawa sekantong
      harapan yang akhirnya kita bebankan pada pasangan kita untuk
      dipenuhi. Nah, kita boleh menyadarinya atau tidak, tetapi yang
      pasti kita masuk ke pernikahan membawa harapan-harapan ini.
------
   T: Tapi, apakah harapan itu seharusnya dikomunikasikan untuk
      mengurangi tingkat konflik itu?
   J: Seyogyanya sebelum menikah, suami dan istri dapat membicarakan
      apa-apa yang diharapkan. Harapan-harapan itu dikomunikasikan dan
      mulai mencoba memenuhinya, kalau tidak bisa memenuhinya perlu
      dibicarakan atau dikompromikan. Memang kita tidak bisa
      membicarakan harapan dengan tuntas tapi setidak-tidaknya harus
      ada sebagian besar atau garis besar harapan yang telah
      terungkapkan. Yang berbahaya adalah kalau harapan-harapan ini
      tidak pernah dibicarakan, karena ada anggapan ini tidak penting
      atau nanti akan beres dengan sendirinya. Lalu mereka menikah.
      Setelah menikah barulah harapan-harapan itu muncul karena harapan-
      harapan tersebut ternyata memang ada. Waktu harapan-harapan itu
      tidak dipenuhi kita menjadi sangat jengkel.
------
   T: Lalu bagaimana kalau sudah sama-sama marah ... emosi biasanya
      lebih dahulu mengendalikan kita, ya?
   J: Betul. Nah, pada waktu marah, yang penting adalah kita menyadari
      bahwa kita marah sebetulnya karena kita menganggap pasangan kita
      gagal memenuhi tuntutan kita dan yang satunya akan berkata kita
      gagal untuk mengerti dia. Akhirnya kita menganggap kegagalan
      memenuhi tuntutan dan kegagalan mengerti sebagai suatu
      pelanggaran. Nah, kita akan masuk ke firman Tuhan untuk melihat
      metode penyelesaiannya. Saya akan membuka Galatia 6:1,
        "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu
        pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu
        ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga
        dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan."
      Kata pelanggaran yang digunakan dalam ayat tersebut sebetulnya
      berarti jatuh atau mengambil langkah yang salah. Memang dalam
      konteks Galatia 6, yang sedang dibicarakan Paulus adalah
      kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun konsep ini bisa diterapkan
      juga dalam keluarga, jadi maksud saya adalah pasangan kita atau
      anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan kita.
      Apa yang harus kita lakukan ketika menemukan pasangan atau anak
      kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan atau harapan kita?
      Yang pertama adalah Tuhan tidak memerintahkan kepada kita untuk
      memarah-marahi pasangan kita atau anak kita. Firman Tuhan malah
      meminta kita harus memimpin orang itu ke jalan yang benar. Kata
      memimpin ke jalan yang benar sebetulnya berasal dari istilah
      medis dalam bahasa aslinya. Istilah medis yang diterjemahkan
      menjadi merestorasi, memulihkan, atau mengembalikan ke keadaan
      semula. Istilah medis sesungguhnya berarti meluruskan tulang yang
      patah, jadi Tuhan meminta kita untuk meluruskan tulang yang patah
      itu atau orang yang gagal hidup sesuai dengan harapan yang kita
      minta darinya. Jadi inilah langkah yang Tuhan minta.
      Berikutnya adalah Tuhan memberikan syaratnya, siapa yang boleh
      memimpin orang ke jalan yang benar? Tuhan berkata 'orang yang
      rohani'. Saya mengambil definisi 'orang yang rohani' dari
      Galatia 5:22-23 yang kita juga sudah kenal, yaitu orang yang
      mempunyai buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera,
      kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan
      penguasaan diri. Ayat 25 berkata bahwa jika kita hidup oleh Roh
      baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. Jadi maksud 'orang
      yang rohani' adalah orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh.
------
   T: Salah satu buah Roh yang disebutkan adalah kelemahlembutan.
      Biasanya di dalam pertengkaran kalau ada salah satu yang mulai
      bersikap lemah lembut, konflik itu akan cepat diredakan.
   J: Tepat sekali Pak. Jadi Tuhan menambahkan syarat perawatannya
      yaitu dilakukan dalam roh lemah lembut, bukankah tulang yang
      retak kalau diperlakukan dengan kasar malah patah.
      Jadi orang yang dalam keadaan gagal atau jatuh kita marah-marahi
      atau perlakukan dengan kasar, biasanya makin parah. Termasuk
      pasangan atau bahkan anak-anak kita, waktu mereka jatuh kalau
      kita kasari, mereka makin parah. Kenapa Tuhan meminta kita untuk
      bersikap lemah lembut? Karena kita semua sama-sama rawannya, jadi
      Tuhan berkata agar kita sama-sama menjaga diri supaya jangan kena
      pencobaan.
- Log in to post comments
Comments
informasi pembelian kaset e-konsel
dimana yah bisa didapat kaset e-konsel?