Ralph Waldo Emerson pernah berkata, "Waktu ini, seperti halnya semua waktu, adalah waktu yang sangat baik, jika kita tahu apa yang harus kita lakukan dengannya." Pernyataan Emerson ini sangat sesuai dengan era digital modern kita; era ini bisa menjadi era yang sangat baik, jika kita tahu apa yang harus kita lakukan dengannya. Saya pribadi menyukai semua kemudahan yang diberikan oleh teknologi digital kepada kita. Saya senang bisa berkirim pesan dengan anak-anak saya, dan terhubung dengan mereka saat mereka kuliah. Anak perempuan saya baru saja pindah ke negara bagian lain sehingga memiliki kemampuan untuk bertatap muka dengannya merupakan suatu berkat. Dan, sebulan sekali, saya berharap dapat melakukan Skype dengan mentor saya. Tidak dapat disangkal bahwa teknologi telah memberikan banyak hal kepada kita, tetapi saya harus menambahkan bahwa teknologi juga telah mengambil banyak hal dari kita.
Statistik Invasi Digital
- Rata-rata orang memeriksa ponsel mereka 150 kali sehari, beberapa orang sampai 900 kali sehari.
- Penelitian menunjukkan bahwa semakin kita terhubung, semakin kita merasa kesepian.
- Sekitar 80% pengguna smartphone memeriksa ponsel mereka dalam waktu 15 menit setelah bangun tidur.
- Seiring meningkatnya waktu di depan layar, empati pun menurun. (Empati turun 40% sejak tahun 2000).
- Narsisme meningkat 30%.
- Remaja mengatakan bahwa mereka lebih suka menyerahkan jari kelingking mereka daripada ponsel mereka.
Seorang pendeta yang saya ajak bicara baru-baru ini membagikan isi hatinya kepada saya tentang invasi digital, dia berkata, "Ketika Anda berbicara tentang masalah yang kita hadapi dalam invasi digital ini, saya merasa tersentak keluar dari dunia gereja saya yang artifisial. Saya menyadari betapa jauhnya jemaat saya dari kenyataan. Saya tidak menyadari bagaimana dunia digital membuat jemaat saya sulit untuk berpikir, apalagi beribadah. Hal ini membuat saya menilai bagaimana saya telah membiarkan teknologi mengganggu waktu-waktu teduh saya dan kehadiran saya bersama orang-orang dalam percakapan."
Sherry Turkle dari MIT mengatakan, "Masalah dengan keintiman digital adalah bahwa pada akhirnya hal itu tidak lengkap: Ikatan yang kita bentuk melalui internet pada akhirnya bukanlah ikatan yang mengikat. Namun, ikatan tersebut adalah ikatan yang menyibukkan. Di tengah lautan suara, cerita, pengalaman, apakah Anda merasa disibukkan oleh apa yang orang lain lakukan, katakan, tulis, atau hasilkan? Kita harus menyadari bahwa terlalu banyak kehidupan online juga dapat menguras kehidupan jiwa kita."
Budaya yang Selalu Ada
Kita telah diserang; buktinya ada di sekeliling kita dan bisa Anda lihat di rumah, sekolah, maupun gereja kita. Anda dan saya terhubung sepanjang hari, setiap hari, ke mana pun kita pergi, kita tidak bisa lepas dari kehidupan yang "terhubung" ini. Invasi selama 24/7 ini mulai berdampak pada kehidupan emosional, rohani, fisik, dan hubungan kita. Banyak peneliti percaya bahwa kehidupan di dunia digital menyebabkan kita kehilangan "kedalaman" kita; kedalaman berpikir, berkreasi, merenung, merasakan dan emosi, serta kedalaman hubungan dan pekerjaan kita.
Mempraktikkan Kesehatan Digital
Keinginan saya dengan kolom Digital Wellness ini adalah untuk mendorong penggunaan dan teologi yang sehat atas teknologi sehingga kita dapat menjadi penatalayan yang baik bagi kehidupan digital kita. Roma 12:2 (AYT) akan menjadi panduan kita, "Janganlah menjadi serupa dengan dunia (digital) ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan akal budimu (yang tidak terhubung perangkat digital) sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna."
Jika kita jujur, kita semua dapat menggunakan bantuan untuk mempraktikkan kesehatan digital. Saya menawarkan 10 langkah menuju kesehatan digital di bawah ini; doa saya adalah agar Tuhan menolong kita semua untuk menjadi penatalayan yang lebih baik dalam kehidupan digital kita.
10 Langkah Menuju Kesehatan Digital
1. Bukan karena saya nge-tweet, maka saya ada. Berpikirlah dua kali sebelum Anda memposting, men-tweet, mengirim pesan, atau mengunggah apa pun.
2. Perhatikan jejak digital Anda. Buatlah jejak yang positif karena jejak tersebut bersifat permanen.
3. Kurangi penggunaan perangkat digital Anda. Cobalah untuk melakukan puasa digital seminggu sekali atau sebulan sekali.
4. Investikan waktu Anda dalam hubungan dengan orang yang nyata daripada avatar maya.
5. Tetapkan batasan digital Anda sendiri.
6. Temukan hal-hal yang Anda sukai dalam kehidupan nyata dan lakukanlah.
7. Nikmatilah keindahan alam seperti berjalan-jalan, mendaki, dan merasakan sinar matahari untuk menghirup udara segar.
8. Jangan lupa beristirahat dan tidur. Otak Anda tidak dapat berkembang tanpa keduanya.
9. Kembangkan relasi Anda dengan Tuhan setiap hari. Luangkan waktu untuk berdiam diri dan mengetahui bahwa Dialah Tuhan.
10. Jadilah penatalayan yang baik dan gunakan teknologi untuk kemuliaan Tuhan.
(t/Jing-jing)
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Just Between Us |
Alamat artikel | : | https://justbetweenus.org/everyday-life/christianity-and-culture/practicing-digital-wellness/ |
Judul asli artikel | : | Practicing Digital Wellness |
Penulis artikel | : | Dr. Sylvia Hart Frejd |
- Log in to post comments