Pada masa hidup Tuhan Yesus, Ia telah sempat berbicara dengan banyak
  orang mengenai kebutuhan dan persoalan-persoalan mereka. Sering kali
  dalam konseling-Nya, Ia melibatkan beberapa orang sekaligus. Ingat
  akan pertemuan-Nya dengan dua orang dalam perjalanan-Nya ke Emaus;
  akan pembicaraan-Nya dengan Petrus, Yakobus, dan Yohanes; akan
  diskusi-diskusi yang menyangkut kedua belas murid-Nya. Dalam jemaat
  yang mula-mula, orang-orang bertemu dalam kelompok-kelompok untuk
  belajar, bersekutu, merayakan perjamuan kudus, dan berdoa.
  Orang-orang percaya membagikan apa yang mereka punya, berbakti,
  makan bersama, dan memuji-muji Allah bersama pula (
  Tentu saja dalam persekutuan-persekutuan itu mereka membicarakan
  persoalan-persoalan mereka dan kemudian saling tolong-menolong
  dengan tiap kebutuhan mereka. Dalam abad-abad yang kemudian, jemaat
  Metodis yang mula-mula pun selalu mulai dengan grup-grup kecil,
  bahkan gereja-gereja belakangan ini pun mulai lagi membagi jemaatnya
  dalam kelompok-kelompok kecil yang bertemu untuk membagikan
  pengalaman masing-masing, bersaksi, berdoa (
Konselor-konselor Kristen menemukan bahwa ada keunikannya sendiri membimbing orang dalam grup -- termasuk kelompok keluarga. Dengan mengadakan pertemuan dengan beberapa konseli sekaligus, seorang pemimpin dapat menyediakan tempat untuk kerja sama dalam membagikan perasaannya secara jujur, saling belajar dari pengalaman orang lain, saling mendukung, menasihati, dan menolong satu terhadap yang lain.
Kadang ada kelompok-kelompok yang terbentuk tanpa bimbingan konselor, yaitu melalui kelompok PA, aktivitas bersama, kelompok doa, dan kegiatan-kegiatan gereja lainnya, di mana terbuka kesempatan-kesempatan untuk saling membagikan pengalaman, kebutuhan, dan perhatian satu terhadap yang lain.
Dapatkah seorang konselor Kristen membentuk kelompok untuk tujuan konseling? Jawabannya tentu saja bergantung kepada orang-orang yang terlibat dalam kelompok itu dan masyarakat di mana mereka tinggal. Kelompok "Alcoholic Anonymus" misalnya, adalah grup konseling yang sangat berhasil hampir di seluruh dunia, dan ini terjadi oleh karena tiap partisipan tidak takut untuk memberi dan menerima pertolongan, dan mereka berani mengakui secara terus terang bahwa mereka memunyai masalah dengan alkohol. Pengakuan secara terbuka tidak mudah bagi kebanyakan orang, terutama jika mereka tergabung dalam jemaat yang kecil atau tinggal di masyarakat di mana satu dengan yang lain saling mengenal.
Seandainya tiap orang dapat mengatasi kesulitannya untuk mengeluarkan isi hati, sebetulnya banyak orang dapat belajar dari sesamanya yang memunyai pengalaman sejenis. Misalnya, seorang psikolog yang kreatif di suatu kota besar membentuk program khusus untuk janda-janda yang tidak memunyai teman atau keluarga dekat untuk dapat saling mendukung dan tolong-menolong. Begitu juga Anda, dapat membentuk sesuatu yang mirip untuk menolong orang-orang di jemaat atau di lingkungan sekitar Anda.
  Jika Anda ingin memulai suatu grup konseling, Anda dapat memberikan
  undangan melalui mimbar atau warta gereja, tetapi biasanya orang
  lebih tertarik bila mendapat undangan secara khusus dan pribadi.
  Jika kelompok ini sudah terbentuk, mulailah dengan masing-masing
  memerkenalkan diri, latar belakangnya, keluarga, data-data pribadi
  yang lain, namun sebaiknya jangan dipaksa. Perlahan-lahan tiap
  anggota grup dianjurkan untuk mengemukakan masalah yang mereka
  hadapi. Tanggung jawab konselor adalah untuk menstimulasi diskusi
  dan sesekali menyimpulkan apa yang telah dibicarakan dan memberikan
  pengarahan supaya pembicaraan tidak melangkah terlalu jauh dari
  topik. Berbagi (sharing) seperti ini, yang diikuti dengan
  persekutuan doa, akan banyak sekali menolong. Sukses tidaknya grup
  konseling tergantung kepada partisipasi anggota-anggotanya. Bila
  mereka rela "memikul pergumulan satu dengan yang lain" (
- Log in to post comments