Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Jangan Abaikan Kebutuhan Emosional Anak
PENDIDIKAN yang diterapkan pada anak, tidak hanya terbatas pada pendidikan otak saja. Anak juga mempunyai perasaan dan emosi yang harus dikembangkan ke arah yang positif. Di sinilah orangtua dan para pendidik lainnya berperan dalam proses pengembangan.
Mantan Mendikbud Prof Dr Fuad Hasan ketika ditemui Pembaruan usai membuka Pameran Kreativitas Siswa SD Al Izhar Pondok Labu, Jumat (25/2) di Jakarta mengatakan, pendidikan itu bukan hanya pendidikan otak, karena anak punya perasaan, emosi dan sebagainya. Semua itu perlu juga penyaluran.
Anak butuh sarana untuk penyaluran emosinya yang memberi bentuk dan dengan sendirinya memberi kepuasan kepada anak.
''Kalau dia melukis, membuat keramik, memahat atau kaligrafi, semua itu memberi kepercayaan diri,'' ujarnya.
Menurut Fuad, dulu ada yang namanya kultus intelegensi. Sekarang ada EQ, yaitu mengasah anak untuk mengenal hal yang berbudi dan halus. Pendidikan kesenian itu sebagian dari pendidikan untuk memperhalus perasaan budi.
"Karya seni anak-anak mengandung perasaan dan imajinasi anak-anak itu sendiri. Semua anak kalau ditanya dua kali dua berapa, dia akan jawab empat. Tapi kalau dia disuruh menggambar apa saja secara leluasa untuk mengekspresikan dirinya, maka kita bisa melihat berbagai macam ekspresi dari berbagai sudut pandang anak itu sendiri. Inilah yang namanya daya cipta, dan harus dirangsang sejak dini," jelasnya.
Ia menegaskan, tidak ada anak yang tidak mempunyai daya cipta. Setiap anak bisa mencipta asal saja ada kesempatan. Bukan hanya dileluasakan, tapi juga mendapatkan antusiasme dari orangtua. Kreativitas itu antara lain bisa lahir dari karya artistik. Tidak selalu yang intelektual saja.
"Saya pikir kita harus mengerti bahwa pada diri anak itu terdapat daya hayal yang artisitik. Kalau kita saksikan semua hasil kreativitas anak-anak ini, saya pikir ada daya artistik yang kuat pada anak dan banyak kreativitas dibuat," ujarnya.
Tergantung GuruMenurut Fuad, dalam sistem pendidikan yang berlaku sekarang ini, sebenarnya tidak menutup kesempatan bagi anak untuk aktif. Tapi kesempatan itu sangat tergantung dari guru, apakah guru itu memberikan kesempatan atau tidak itu yang penting."
"Sama halnya di rumah atau masyarakat. Jadi, yang penting itu pada anak diberi kesempatan, keleluasaan untuk berkegiatan kreatif. Itu yang penting. Kalau nggak ada kesempatan itu, anak tidak bisa apa-apa," paparnya.
Fuad menyimpulkan bahwa yang penting bagi perkembanagn kreativitas anak adalah keleluasaan yang diberikan pada anak untuk mengekspresikan diri dan mendapat apresiasi.
"Pada suatu saat anak ingin bermain. Bermain adalah awal dari ekspresi diri. Itu jangan dilupakan. Dalam jangka panjangnya apa yang ditangkap sebagai bermain saja bisa menjadi kegiatan kreatif. Dia tadinya corat-coret saja, lama-lama melukis. Tinggal dia dileluasakan atau tidak.
Yang tidak kalah pentingnya, apakah anak mendapat apresiasi atau tidak. Pameran kreativitas seperti ini merupakan apresiasi buat anak. Anak akan merasa karyanya dipamerkan dan mendapat apresiasi.
Keleluasaan bagi anak dinilai Fuad penting, karena anak seperti adonan kue, bisa dicetak semaunya. "Anak itu kan seperti adonan, tinggal mau dicetak bagaimana. Bisa dicetak semau-maunya. Tapi mesti ada yang memberikan kesempatan untuk mengembang, ya kan. Kalau nggak ada guru, pelatih, segalanya ya susah juga," katanya.
Ditegaskan, ketrampilan untuk berekspresi dan pengembangan kreativitas anak merupakan dua hal yang perlu digaris bawahi dalam kegiatan pendidikan sehari-hari. Ketrampilan berekspresi merupakan ungkapan pengalaman hidup anak yang berharga bagi perkembangan fisik dan mentalnya.
''Aktivitas seni yang bebas, lepas dan spontan merupakan manifestasi dari akumulasi energi, kemampuan, pengalaman dan perkembangan fisik serta batin anak,'' tandas Dr Fuad Hasan. (Hen/Fin/M-12)
27 Februari 2000